Pohon Hariara

...
Rumah adat

   Jika kita berkunjung ke Huta Batak, maka kita akan dapat menemukan pohon besar yang disebut Hariara. Pohon ini memang selalu akrab dengan Huta Batak bahkan dengan Tanah Batak secara keseluruhannya. Namun, apa sebenarnya yang menjadi alasan hingga pohon Hariara ini menjadi penghuni wajib dalam Huta Batak. Nah, berikut sejumlah informasi dari beberapa sumber tentang makna pohon Hariara dalam huta-huta Batak.
   Pohon Hariara ini merupakan pohon yang menjadi ciri khas budaya Batak yang diturunkan dari beberapa generasi awal, tepatnya ketika pada saat daerah di sekitar Danau Toba belum dimasuki oleh ajaran-ajaran agama. Maka untuk menjadi panutan hidup, masyarakat Batak mempercayai tentang keberadaan pohon ini sebagai penentu kehidupan dan pengambilan keputusan.
   Pohon Hariara ini dulunya digunakan oleh beberapa tetua adat dalam satu desa untuk mengambil keputusan ketika akan membangun sebuah pemukiman atau huta. Bagaimana caranya ? Pertama kali, mereka akan menanam bibit pohon Hariara di suatu tempat yang akan mereka bangun sebagai pemukiman atau huta, kemudian mereka akan memantau perkembangan bibit pohon tersebut dalam waktu 7 hari.Setelah 7 hari bibit pohon tersebut ditanam dan tumbuh dengan subur, maka masyarakat pun meyakini bahwa tanah di tempat tersebut layak menjadi tempat pemukiman dan diyakini tempat tersebut akan membawa berkah bagi masyarakat yang bermukim di sekitarnya.

   Begitu juga sebaliknya, apabila bibit pohon tersebut tidak tumbuh dengan subur atau bahkan layu maka tanah tersebut tidak layak dijadikan tempat pemukiman. Seperti ditilik dari namanya, Hari = hari dan Ara = tujuh, maka pohon ini sering disebut sebagai pohon hari ketujuh. Apabila Pohon Hariara ini dapat tumbuh hingga hari ketujuh, artinya tanah di kawasan ini cukup baik untuk dijadikan Huta dan perkembangan masyarakat ke depannya. Tanah yang dapat membuat Pohon Hariara hidup setelah hari ketujuh dipercaya bebas tulah, bebas petaka, dan dipercaya akan membawa kemakmuran pada masyarakat Batak yang tinggal di dalam Huta yang ditumbuhi Pohon Hariara tersebut. Selain itu, pohon Hariara ini diyakini oleh masyarakat sebagai pelindung suatu desa dari segala marabahaya. Bahkan hingga kini pun pohon hariara ini juga masih digunakan oleh sebagian masyarakat Batak sebagai tempat melaksanakan suatu perjanjian atau sebagai simbolisasi marga.
   Pohon ini dinamakan hariara yang mempunyai makna sebagai kehidupan yang sejahtera. Hal tersebut dimaknai dari beberapa filosofi budaya masyarakat Batak dalam bagian yang terdapat di pohon hariara ini. Seperti pada bagian daun yang mempunyai makna perlindungan dari segala marabahaya, bagian batang yang mempunyai makna pembawa rezeki dan keberkahan, dan kemudian bagian akar yang mempunyai makna persatuan antara manusia dengan manusia serta keselarasan dengan alam di sekitarnya. Sehingga filosofi yang terdapat di pohon ini pun kini menjadi nasihat bagi masyarakat Batak agar dapat hidup seperti halnya pohon hariara yang dapat berguna bagi sesama.
   Hariara juga ditanam sebagai tanda pembatas antara satu huta (kampung) dengan huta yang lain, bahkan simbol pengawal desa, sebagai tempat mamele (berdoa pada penghuni alam gaib) atau sebagai tanda kepemilikan satu wilayah atau sebagai lambang bagi satu klan/marga. Atau bahkan sebagai saksi dalam perjanjian antar komunitas, seperti perjanjian antar marga (padan). Dan cukup terlihat juga peranan Hariara (yang sering disebut juga sebagai Beringin) ini dalam transaksi perdagangan tradisional dalam kisah Ini Dia Kisah Kota Tarutung si Kota Durian, mungkin juga sebagai saksi dalam perjanjian dagang tersebut.
    Begitu pentingnya posisi Hariara dalam kehidupan masyarakat Batak sehingga dulu (bahkan kini tidak jarang) dia menjadi tempat/benda yang disakralkan, seperti kisah Hariara/ Jabijabi tempat Marappot Bius. Pohon ini juga memiliki makna filosofis bagi orang Batak. Hariara sering disebut sebagai pohon hidupnya suku Batak karena pohon ini dapat tumbuh tinggi besar, kokoh dan tahan terhadap berbagai cuaca dengan masa hidup yang lama. Daunnya yang lebat membuat daerah sekitarnya menjadi sejuk sehingga sering orang-orang berteduh dibawah pohon sambil membicarakan banyak hal. Berbagai jenis makhluk hidup juga hidup dan mencari makan dipohon ini.
   Pohon ini menjadi semacam ”kerajaan” tanpa raja yang penuh dengan kehidupan tanpa kekacauan. Sehingga orangtua Batak sangat mengharapkan anak-anaknya selalu mengingat hariara ”Tumbuh tinggi, besar dan kuat, membenamkan akar jauh ke perut bumi, menjadi sumber hidup dan saluran berkat bagi sesama dan makhluk hidup lainnya”